Meskipun sampai malam peserta karnaval tetap kompak menyelesaikan perjalanan hingga finish.
Barangkali masyarakat Tunggangri sudah begitu rindu dengan perayaan karnaval. Sekitar enam tahun terakhir mereka tidak melakukan aksi di jalan raya. Baru di tanggal 15 September 2019 kemarin mereka bisa meluapkan kerinduan tersebut.
Pernak-pernik penampilan dirancang sedemikian rupa. Bahkan ada yang mempersiapkan diri sejak dua bulan sebelum tanggal pelaksanaan. Ini tentu menjadi nilai sendiri bagi masyarakat desa Tunggangri.
“Kegiatan karnaval ini sebenarnya dalam rangka menegaskan bahwa konsep ‘masyarakat’ di desa harus benar-benar terimplementasikan”, ungkap salah seorang panitia. “Masyarakat berasal dari istilah Arab ‘musyaarakah’ yang berarti bersekutu, maksudnya dalam mewujudkan demokrasi integratif-emansipatif antar seluruh elemen di dalam desa harus bisa bekerjasama (bersekutu) satu sama lain, dan karnaval merupakan bentuk harmoni kerjasama yang baik bagi seluruh elemen desa”, lanjut panitia tersebut.
Klik: KARNAVAL DESA TUNGGANGRI 2019
Apa yang dipaparkan panitia di atas memang terlalu filosofis. Namun pada intinya kegiatan-kegiatan yang melibatkan masyarakat luas seperti ini penting untuk terus dilaksanakan demi dinamika perkembangan masyarakat di desa semakin kompak dan harmonis.
Dan memang itu yang terjadi. Karnaval yang berstartkan di Dusun Bangunsari dan berujung di perbatasan Tunggangri-Tanjung ini menyatupadukan gerak masyarakat untuk berpartisipasi dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 74. Ada spirit nasionalisme besar dalam setiap penampilan yang disuguhkan setiap peserta. Mulai dari tarian etnik, menggambarkan bahwa kita harus bangga dengan budaya lokal. Ada lagi penampilan hasil pertanian dan produk-produk masyarakat menunjukkan bahwa tanah Tunggangri yang subur berpotensi besar di bidang produktivitas pertanian dan UMKM. Satu lagi yang sedang viral di media sosial tentang teaterikal Romusha. Adegan yang menceritakan tentang kerja paksa zaman Penjajahan Jepang ini menyimpan pendidikan nasionalisme yang kuat dan mampu menggugah semangat patriotisme penonton.
Klik: ROMUSHA KARNAVAL DESA TUNGGANGRI 2019
Tentu selain itu masih banyak lagi. Dan semua memiliki bobot nilai masing-masing. “Semua penampilan yang ditunjukkan oleh peserta tidak ada yang asal-asalan, kami selaku Pemerintah Desa Tunggangri sangat berbangga kepada masyarakat”, demikian ungkap Misbachul Choiri selaku Sekretaris Desa Tunggangri.
Satu lagi yang membuktikan bahwa antusiasme masyarakat sebagai peserta sangat kuat. Meskipun waktu pelaksanaan karnaval memanjang hingga pukul 18:45 mereka tetap semangat melanjutkan perjalanannya sampai finish. “Saya khawatir kalau peserta nomor 12 memilih memotong perjalanannya hingga tidak sampai finish. Pasalnya, di saat Magrib tiba mereka masih separuh perjalanan, namun ternyata mereka tetap terus berjalan hingga finish”, ungkap panitia bagian pengawal perjalanan peserta terakhir.
Klik: Karnaval Desa Tunggangri 2019
Memang begitu adanya, dua nomor terakhir–nomor 11 dan 12–malah semakin menghebohkan acara. Setelah Adzan Magrib berkumandang mereka justru tembah bersemangat berjoged. Tidak heran, penontonpun juga turut serta meliuk-liuk menirukan koreo yang dilakukan peserta. Bahkan Kepala Desa Tunggangri seperti tidak tahan untuk tidak menggerakkan kaki dan tangannya. “Saya sangat bangga melihat peserta terakhir yang masih saja bersemangat, maka dari itu saya pun tergerak untuk berjoged”, ujar Ibu Seluruh warga Desa Tunggangri Tersebut.
Begitulah secuil gambaran karnaval Desa Tunggangri tahun 2019. Tentang mengapa karnaval selesai hingga malam, memang itu di luar estimasi panitia dan akan menjadi bahan evaluasi. Namun menurut survei ala Cak Lontong, waktu karnaval bisa molor disebabkan lagu jogednya ”mundur alon-alon”, coba kalau “maju cepet-cepet” pasti gelis.
Dirgahayu Republik Indonesia yang ke 74.
Merdeka!! (admin)